Kamis, 31 Maret 2022

H-69

Seluruh kisah ini akan menjadi rangkaian ingatan dan pengingat antara saya dan lelaki yang senantiasa membuat saya bersyukur menjadi istrinya.

Lelaki yang sejak mengucap ijab hingga hari ini tetap bicara apa adanya meski terkadang terasa nyelekit tapi biidznillah membuat saya bisa melihat dengan warna yang lebih beragam. 

Anda mungkin bertanya-tanya, bagaimana bisa bicara blak-blakan membuat kita melihat dengan warna yang lebih beragam? 

Coba bayangkan kalau kita selalu dalam posisi dibenarkan sedangkan kita melakukan kesalahan, atau kita selalu disalahkan sedangkan ada saat kita berlaku benar! Hidup itu adakalanya dalam posisi benar dan tak jarang pula berbuat salah, tapi katanya perempuan itu selalu ingin dianggap benar bahkan meski ia melakukan kesalahan. Ya, kami tak suka kesalahan itu ditampakkan, tetap saja kami benar meski kami salah. Dan dia, tidak pernah melakukannya, kalau salah ya salah. Kalau keliru ya keliru.. serta berikan apresiasi yang wajar saat berlaku baik dan benar. Keduanya memiliki porsi perhatian sewajarnya.

Kadang saya memiliki suatu pandangan tentang sesuatu, dia berbeda pendapat dan tak segan mengutarakan pendapatnya yang lagi-lagi membuat saya menarik nafas, "bisa nggak sih bilang kalau pendapat saya benar?" Tapi dia tidak melakukannya. Dia tetap dengan argumennya dan saya pun dengan argumen saya.. lalu dia membangun pribadi serta pandangan saya dengan cara itu.

Saya tidak lagi menuntut untuk selalu dalam posisi dibenarkan, tidak terusik dengan setiap perbedaan pendapat maupun sikap. Dan lebih meyakini bahwa, "lakukan saja dengan sebaik-baiknya dan biarkan Allah atur jalannya!" 

Balananjeur, Jum'at, 1 April 2022

Day 90

Hari ini kami kedatangan banyak tamu, shalihahnya kelas 8 A Mts Al Munawwarah datang untuk ngaliwet di rumah. Sejak pagi buta saya bersiap, hmm hanya persiapan kecil sih karena kakang bilang tak perlu mempersiapkan apa-apa karena mereka akan menyiapkannya sendiri.

MasyaAllah sangat menyenangkan mengenal bagian kecil dari mereka, tak seperti saya yang nggak enakan dan seringnya sungkan, mereka sangat supel. Ke dapur sendiri dan menyiapkan segala sesuatunya sendiri.

Saya? Hanya menyimak lalu ikut makan bersama mereka. Nasi liwet yang terbaik yang pernah saya cicipi.

Ada Syaima putrinya Bu Enur dan pak Arif, anaknya lembut serta memiliki senyum yang manis dan menenangkan. Hey, dia mencucikan piring dan gelas-gelas kotor di kamar mandi. Hasil cuciannya sangat bersih.

Ada Sarah, sepupunya teh Uji sekaligus keponakannya Bu Nia. Dia juga sangat ramah.. ah Semuanya memang ramah-ramah.

Ada Ambar yang suka membaca wattpad, Siti Rahmah juga suka baca wattpad. Azmi si anak sulung yang terlihat paling mengayomi, Alya gadis lembut dan pendiam. Nama ini mengingatkan saya pada Alya temannya Aa Quthb yang pintar.

Alma yang terlihat pendiam namun ternyata sangat ramai kata teman-temannya mah. Satu lagi, Laila, ibunya adalah teman dari kakaknya Siti Rahmah.

Hmm mereka kurang suka pelajaran bahasa Inggris dan matematika, lalu saya kenalkan mereka pada de Olin yang menyukai kedua pelajaran itu. Berikan mereka tips kecil agar lebih familiar dengan matematika dan ajak mereka mengingat mudahnya belajar bahasa.

"Sudah punya cita-cita?" Alih-alih bertanya cita-citanya apa, saya justru bertanya apakah mereka sudah memiliki cita-cita. Hey, ini bukan tanpa alasan karena ini cara saya untuk mengajak anak-anak untuk mulai memikirkan akan menjadi apa mereka di masa depan.

Ya, memang benar tidak setiap cita-cita akan terwujud nyata namun saat kita menyematkannya dalam tekad maka usaha untuk mencapainya akan lebih terasa istimewa. Usaha terbaik untuk hasil terbaik, itu yang sedang saya tanamkan dalam perbincangan singkat kali ini.

"Masih bingung, Bu." Kata mereka. Bingung sekaligus berubah-ubah, yaa seperti halnya kita di usia mereka 😁 lalu tugas kita untuk meyakinkan mereka agar mereka memiliki peran dalam peradaban di masa depan.

"Mari kita bayangkan, 10 tahun ke depan, kalian akan memiliki peran apa bagi ummat ini!"

Bahasan ibu ini sama siapapun selalunya sama, menganggap anak orang sebagai anak sendiri dan mengajak mereka berpikir seperti halnya mengajak anak sendiri berpikir.

"Saat bertemu ummi, akan ada banyak pesan mengalir. Jangan kaget ya! Ummi hanya ingin, ada amanah yang sampai meskipun hanya satu ayat. Siapapun yang berjumpa ummi, meski ummi tidak bisa memberi bekal materi sebagai oleh-oleh kalian pulang, ummi akan tetap memberi bekal ilmu walau aayat, walau satu ayat. Dan inilah nasihat tanda cinta ummi untuk kalian! Izinkan ummi untuk memiliki amal jariyah ya, yang pertama kelak kalian adalah madrasah bagi anak-anak yang akan kalian lahirkan. Jagalah diri kalian sebaik-baiknya! Hari ini kita lihat banyak maksiat yang dianggap biasa, jauhilah itu dan mohonlah perlindunganNya. 
Yang kedua, kalian masih muda dan semoga Allah panjangkan usia kalian dalam usia yang penuh BarakahNya, carilah ilmu sebanyak yang kalian bisa dan inginkan! Carilah banyak pengalaman baik!
Mencari ilmu itu bukan mencari nilai rapot. Seorang muslim akan melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya. Saat ia menjadi pelajar maka ia akan belajar dengan sebaik-baiknya, menjadi anak akan menjadi sebaik-baik anak, menjadi murid dan menjadi apapun ia akan berjuang menjadi yang terbaik dari dirinya. Saat menghafal, ia akan menghafal dengan sungguh-sungguh. Saat menyimak guru, ia akan menyimak dengan sungguh-sungguh. Dan Allah akan berikan hasil terbaik bagi usahanya. Saat kalian belajar sungguh-sungguh maka insyaAllah nilai ujiannya pun pasti baik. Allah akan melihat usaha kalian.. 
Yang ketiga, jagalah shalat, tilawah dan aurat kalian! 
Pesan ummi memang tidak beraturan namun silakan kalian jadikan poin ketiga ini sebagai poin utama. Baik buruknya urusan kita tergantung bagaimana shalat kita.
Dan taatilah Allah dan RasulNya, berbuat baiklah pada orang tua dan jagalah semua yang keluar dari lisan. Semoga Allah berkahi keseluruhan usia kalian."

See, padahal baru satu jam kenalan tapi sudah main pesan saja. Ini cinta saya karena saya tidak pernah tahu kapan lagi berjumpa dengan siapapun yang berjumpa saya hari ini.

Balananjeur, Kamis, 31 Maret 2022

Horeee Teteh Aufa Lebaran di Rumah (part 3)

H-14

MasyaAllah sudah H-14 saja, insyaAllah semakin dekat dengan hari berjumpa teteh. 

Saya sedang menjadi ibu yang berbahagia, MasyaAllah hadza min Fadhli Rabbi.

Beberapa hari lalu terbangun jam 1 malam, karena sedang haidh jadi tidak bisa mendirikan shalat, hanya merenungkan banyak hal. Biasanya kalau terbangun jam segitu teh hati sok tetiba sedih, ada saja alasan sedihnya. Masalah yang sudah lama berlalu tetiba teringat lagi, rasanya juga masih dengan sedih yang sama. Teringat anak- anak dan banyak alasan lainnya yang tetiba saja munculnya. Tapi hari itu berbeda, hati saya diliput perasaan bahagia karena hendak berkum bersama anak-anak di moment suka cita nanti.

Apa kabar, hari esok? Mengingatnya adalah syukur tiada terkira.

Jika bahagia seperti ini dikatakan lebay, maka biarlah saya menjadi ibu yang lebay. Tak apa jika saya dikatakan ibu yang lebay karena saya berbagi bahagia hendak berjumpa dan berkumpul bersama mereka di momen istimewa.

Sebulan tak mengapa meski hati menginginkan lebih.

Apa kabar, shalihah ummi di sana?

Teteh belum tahu dan sengaja tidak akan kami beritahukan kalau saya juga akan kesana menghadiri wisuda sekaligus menjemputnya pulang sebelum nanti kembali lagi dengan seragam putih abu nya. Ah, putri kami akan menjadi gadis putih abu pertama di rumah. Satu dari dua gadis kecil kami akan berseragam putih abu, rasanya terasa menggelitik hati. Seperti apa ia di hari itu? Bahkan moments putih biru pun tak pernah sekalipun kami lihat langsung.

Tak apa selama Allah menjadi tujuan.

Apa kabar, shalihah kami di bumi cendekia?

Saya membuatkan gamis putih dan kerudung putih untuk acara wisudanya nanti. Terbayang ia nanti saat memakainya dan mengikuti wisuda dengan khidmat..

MasyaAllah hanya mengingatnya saja terasa membahagiakan sekaligus membuat menangis.

Balananjeur, Kamis, 31 Maret 2022

H-70

Rumah Kontrakan Pertama Kami.

Ada satu kamar, satu ruang tamu, dapur kecil dan kamar mandi dengan sumur. Kamarnya seukuran kamar yang saya tempati sekarang, lumayan luas. Saya menyimpan 1 bed ukuran besar, lemari, meja makan dan kamar masih memiliki space kosong.

Ruang tamu juga berukuran sama, dengan kaca besar menghadap ke rumah Ceu Titi, tetangga kami yang baik hati.
Saya bagi ruang tamu menjadi dua, di sekat menggunakan rak buku yang saya bawa dari rumah mamah. Bagian dekat pintu dapur dan pintu keluar untuk menerima tamu sedangkan bagian lainnya untuk menyimpan bed kecil tempat kakang kalau harus bekerja lembur dan ketiduran.

Dapur terletak berdekatan dengan kamar mandi kecil namun tanpa tempat BAB. Saya hanya menempatkan kompor minyak tanah dan rak piring kecil.

Kami melewati hari dengan kadang senang kadang susah, yaa biasa dalam hidup. Tidak selalu senang, juga tidak selalunya susah.

Mengawali hari di awal waktu dengan kegiatan yang sama seperti yang sering saya kerjakan di rumah Emak namun bedanya tidak sampai nimba air alias ngambil air dengan manual dari sumur.

Ngambil air dari sumur? Ok, nanti saya tuliskan terpisah bagian itu. 

Rutinitas kami terasa berbeda sejak hari pertama kami tinggal di rumah kontrakan itu. Mungkin karena merasa senang karena bisa tinggal sendiri, harusnya hidup berumah tangga memang seperti itu, bukan? Kami terbilang telat, tapi lebih baik terlambat daripada tidak pernah sama sekali.

Episode ngontrak ini menjadi episode pertama dari beberapa rangkaian ngontrak selanjutnya. insyaAllah saya ceritakan semuanya di kesempatan lainnya.

Oh iya, ibu kontrakan kami sangatlah baik, begitupun dengan si bapak, keduanya orang-orang yang sangat baik. Merangkul Quthb kecil sebagaimana cucu sendiri, membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk membantu kami dan kalau-kalau kami harus ke kakus yang berada di dapur rumah beliau. Rumah kontrakan kami memang berdempetan dengan rumah beliau, masih satu atap hanya disekat dan tetap terasa terpisah.

Ada teras kecil di depan rumah, teras yang menjadi saksi bisu kali pertama Quthb kecil terjatuh hingga berdarah saat pertama kali berjalan.

Rumah itu memiliki banyak cerita, ada banyak kisah kemudian tersimpan dalam ingatan. Ada air mata, ada tawa, ada gelak canda murid-murid kami saat belajar, ada Quthb kecil saat dikhitan atau pertama kali belajar.

MasyaAllah hadza min Fadhli Rabbi, semua kisah itu menjadi tarbiyah bagi urusan kami selanjutnya.

Balananjeur, Kamis, 31 Maret 2022

Rabu, 30 Maret 2022

H-71

MI Al Inayah menjadi sekolah tempat kakang mengabdi selanjutnya. Saat itu Quthb kecil berusia 1 tahun dan kami memutuskan untuk belajar hidup mandiri dengan mengontrak rumah Ceu I'ah.

Harga kontrakannya 500 rb untuk 1 tahun, honor kakang Alhamdulillah mulai naik jadi 110 rb perbulan.

Aku pun mengajar bahasa inggris di MI yang sama. Kami berdua mengajar Les private anak-anak dari rumah.. awalnya kami memilih 5 anak yang belum bisa mengaji untuk kami bombing dari rumah. Bukan hanya mengaji tetapi juga membaca, menulis dan berhitung. Lambat laun makin banyak anak yang datang ke rumah, bukan hanya dari MI tetapi juga dari sekolah lain, totalnya sampai 120 orang tapi kami tetap pada pilihan bahwa kami mendidik karena kami ingin. Artinya? Gratis.

Si idealis kalau mulai berbuat memang seperti itu.

Setiap sore rumah kontrakan kami dipenuhi anak-anak yang belajar. Alhamdulillah tsumma Alhamdulillah Quthb pun mulai belajar berinteraksi dengan kakak-kakaknya yang banyak.

Allah cukupkan rezeki kami dengan caraNya yang entah bagaimana. Yang 110 ribu yang kalau dihitung matematis tetap saja tak cukup namun Allah cukupkan biidznillah.

Balananjeur, Rabu, 31 Maret 2022

H-72

Kembali ke rumah mamah dengan kakang yang harus berangkat sekolah dengan berjalan kaki.

Aduhai kenapa kenangan ini terasa menusuk? Mengingat ia yang berjalan kaki menempuh beberapa kilo perjalanan untuk mengajar adalah episode paling excited dalam perjalanan kami.

Terkadang ia melewati pematang sawah, sungai dan sampai dibelakang pasar lalu menyeberang jalan raya sebelum akhirnya sampai ke sekolah. Tak jarang ia melewati jalan raya untuk sampai kesana.

Dia tidak memakai kendaraan, bahkan sepedah pun tak ada. Aduhai kenapa hatiku pilu mengingatnya? Aku semakin menyayanginya saat berusaha mengingat hari itu.

Kakang hanya memiliki 2 potong kemeja, 2 baju kaos, 1 sarung, dan 2 celana panjang dan itupun sudah mulai tipis dibagian dengkul kakinya. Tapi dia tidak pernah sekalipun mengeluhkan apapun, wajahnya yang selalu tersenyum menjadi bahasa syukur kami hingga hari ini. Meski hatiku berduka tapi cukup bagiku melihatnya tersenyum.

Apakah selama ini dia kesulitan? Aku akan tuliskan kisahnya selama kuliah di jurnalnya nanti.

Oh ok, aku harus menarik nafas panjang dengan mata yang sembab saat mengorek kenangan ini namun aku akan tetap menuliskannya sebagai warisan kisah bagi anak cucu ku kelak. Bagi Kang Wawan jika aku pergi lebih dahulu..

Bahwa pernah ada kisah Manis sekaligus mengharukan bagi kita. Kisah yang mungkin akan dengan mudah dilupakan tapi tidak bagiku yang selalu bernostalgia dengan kenangan.

Episode jalan kaki untuk berangkat mengajar itu kisah nyata dan ada tepat didepan mataku, bukan hanya cerita yang kudengar tentang orang lain ataupun hiliwir kisah semata. Aku menyaksikannya dan melihatnya langsung. Terkadang dia pulang dengan sepatu kotor karena pematang sawah nya yang baru di garap, keringat bercucuran dan aku harus sering mencucikan pakaiannya agar ia bisa selalu memakai pakaian yang wangi.

Ku pijit kakinya yang bertambah keras karena seringnya berjalan.. Setahun melalui masa itu, ah tidak tapi Setahun lebih sampai Kakang memutuskan pindah mengajar di sekolah yang lebih dekat dari rumah dan kami pun mulai episode berpindah ke rumah baru, rumah kontrakan yang akan mengiringi perjalanan kami Setahun kemudian.

Balananjeur, Selasa, 29 Maret 2022

H-73

Kami tak mungkin ngontrak, dengan honor bulanan sebesar 60 ribu rupiah perbulan belum memungkinkan kami untuk membayar kontrakan.

Dan inilah kemudian yang saya tafakkuri hari ini; kami benar-benar tidak berpikir panjang di hari itu.

Setelah menikah, haruslah belajar hidup terpisah dari orang tua, baik orang tua suami ataupun orang tua saya. Namun kami memilih tinggal kesana kemari.

Kali ini saya akan menceritakan pekerjaan kakang sebagai guru honorer di sebuah madrasah ibtidaiyah di Pagerageung.

Kakang mulai bekerja 3 hari setelah menikah. Sebelumnya kakang memang belum memiliki pekerjaan tetap dan baru selesai wisuda. Dua hari setelah menikah mendaftar jadi guru honorer dan langsung diterima, padahal pendidikannya tidak linear 🤭

Saya mengenalnya saat saya berusia 15 tahun, sepanjang mengenalnya dia adalah tipe yang tidak pilih-pilih pekerjaan. Apapun akan dijalaninya selama itu halal apalagi sejak dia memiliki tanggungan. 

"Honornya 60 rb. Apakah tidak apa-apa?" Tanyanya saat itu.

Saya sudah berazzam untuk menerima apapun, meski sedikit sekalipun akan saya terima dengan kesyukuran. Saya mengangguk senang, benar-benar senang karena melihat wajahnya berbinar mendapat pekerjaan. Ia berharap membahagiakan dan saya bahagia untuk itu.

Bulan pertama dengan honor 60 ribu, MasyaAllah Allah cukupkan dengan caraNya yang liar biasa. Sebagai suami, ia suami yang sangat baik dan sebagai guru ia pun guru yang baik. Ini penilaian yang tidak pernah berubah sampai hari ini. Jika orang mengatakan versi istri atau suami yang baik hanya karena masih dalam bulan pertama pernikahan naka saya mengatakannya setelah hampir 20 tahun menjadi istrinya.

Ya, ia suami dan guru yang baik.

Saya ingin membantunya namun tidak memiliki keahlian kecuali menulis. Kami pun berdiskusi dan memutuskan untuk menjual gorengan dengan cara menitipkannya di warung sekolah. Ada gehu, bala-bala dan gorengan tempe.

Setiap pagi kakang membuat adonan dan saya yang menggorengnya. Menjelang berangkat ke sekolah, Salah seorang murid kakang, Malik, membawakan gorengan itu ke sekolah dan menyimpannya di warung bi Hasanah. Oh no, jangan tanyakan harganya karena saya lupa lagi. Buku diary tempat saya menuliskan rasa di hari itu pun hilang entah kemana jadi tidak ada yang mengingat kecuali memori sekedarnya.

Bulan kedua Alhamdulillah honornya ditambah jadi 75 ribu. 

Hey, untuk waktu itu mah mungkin memang cukup? Kalau bukan Allah yang cukupkan maka tidak akan ada kata cukup. Pengeluarannya tetap tidak sebanding dengan pemasukan jika kami menghitungnya namun tentu saja matematika Allah tidak pernah bisa kita terka. Begitu juga dengan kami yang mencoba menerka dan menebak serta menghitungnya, sungguh semua itu tak pernah sama.

Balananjeur, Senin, 28 Maret 2022

H-74

Kembali pulang ke rumah mamah sebenarnya karena ada miss komunikasi juga. Jadi bukan semata karena hal-hal yang saya ceritakan sebelumnya.

Oh ya, semua tentang hari itu saya menganggap ya sebagai tarbiyah hidup yang MasyaAllah membuat saya tak henti melafaz syukur. MasyaAllah Alhamdulillah untuk semua hari itu. 

Letih yang pernah saya tuliskan adalah rasa yang ada di hari itu. Namun sungguh tak menutup pintu syukur baik saat letih menerpa maupun hari ini.

Saya agak sungkan menceritakan hal ini, namun semoga Allah karuniakan kebaikan setelahnya.

Emak dan Bapak adalah mertua yang sangat baik sejak kali pertama saya berjumpa hingga hari ini. Namun, pernahkah anda mendengar kalimat, "datang pada saat yang kurang tepat?" Seperti itulah saya di hari itu..

Ada kakak yang dilangkahi, ya kakak laki-laki dari suami saya dilangkahi. Saat kami menikah, beliau belum menikah dan tentu saja akhirnya itu menjadi ujian tersendiri yang seolah kami ciptakan sendiri.

Wait, ciptakan sendiri? Tentu saja tidak ada ujian yang datang kecuali atas izin-Nya, begitupun dengan ujian kami hari itu. Namun harusnya kami sudah menyadari bahwa dalam lingkungan hidup itu ada etika yang harus kami jaga dan etika itulah yang kami abaikan.

Saya pikir menikah itu cukup antara saya dan dia namun ternyata setelah menikah mah tidak seperti itu. Ada keluarga besar yang kami ikut sertakan di dalamnya, meski tak ada yang mengintervensi dari keluarga saya ataupun keluarga nya namun tetap saja pada akhirnya kami menyadari ada banyak hati yang harus kami jaga.

Lagi-lagi dengan melupakan fakta bahwa ada hati kami sendiri yang membutuhkannya.

Kalimat yang tadinya terdengar biasa mulai terasa tak nyaman di dengar, kalimat yang tak berpotensi menjadi konflik pun tiba-tiba mulai terasa tidak enak di hati. Saya mulai baperan.

Ah, itu ada awal pernikahan. Hari-hari dimana kami harusnya belajar saling mengenal namun malah fokus menjaga banyak hati dan itulah yang akhirnya menjadi masalah pertama kami dalam rumah tangga.

Hidup itu sepaket dengan ujian-Nya, begitupun dengan hidup berumah tangga, kami menyadari akan hadirnya masalah namun saat itu kami belum dalam kondisi siap kalau ternyata masalah itu seolah kami hadirkan sendiri.

Saya mulai merasa tidak nyaman berada dalam lingkungan yang membuat saya harus terus menjaga image. Ah, bisa saja saya kembali menjadi diri sendiri tapi karena sudah bertekad untuk belajar Maka saya tidak bisa berhenti.

Akan ada waktu saya memetik hikmah baik dari pembelajaran di hari itu, itu yang ada dalam pikiran saya hari itu. Karena itu saya katakan pada kakang bahwa jika ternyata saya sudah tidak sanggup maka izinkan saya untuk kembali pulang ke rumah mamah.

Kebaperan saya semakin menjadi. Kalimat demi kalimat mulai terasa menusuk ulu hati, mulai tidak terbuka pada suami, hilang kepercayaan diri, mulai menjadi pribadi yang semakin jauh dari diri saya sendiri. Oh ok, itu karena saya terlalu over thinking sendirian padahal boleh jadi orang-orang sekitar tidak menghendakinya.

Saya mulai tidak bisa mengendalikan laju pikiran saya sendiri apalagi saat mendapat kalimat yang menurut saya lumayan kasar. Saya menangis karena selama ini tidak pernah diperlakukan kasar oleh mamah ataupun apa.. padahal hanya satu kalimat sindiran namun itu cukup memporak porandakan seluruh hati hingga saya memilih pulang.

Ada air mata menggenang di pelupuk matanya, ah saya tahu dia sama terlukanya namun dia harus belajar bahwa mencintai saya artinya dia harus melindungi saya dari lisan orang-orang yang berada disekitarnya.

See, saya si egois yang gigih. Memilih pulang ke rumah mamah dan tak sedikitpun mengucap kata pada mamah. Hanya sebuah kalimat pada kakang, "orang tua ku tak pernah mengucapkan kata kasar untukku, kalau Kakang benar mencintaiku izinkan aku kembali tinggal bersama orang tuaku atau mari kita ngontrak saja!"

Balananjeur, Ahad, 27 Maret 2022

H-75

Image, apa sih pentingnya jaga image? Hari ini saya bisa mengatakan bahwa menjaga image ini tak sepenting seperti anggapan saya dulu.

Jadi, dulu saya menganggap menjaga image itu penting? Hmm sepertinya sangat penting.

Saya menyampaikan hidup berumah tangga seperti apa yang saya harapkan. Semua yang terbersit dibenak pun saya utarakan pada ia yang telah bergelar suami namun sayangnya otak saya dipenuhi kekhwatiran yang saat itu terasa liar biasa.

Khawatir tidak disukai ataupun dicintai. See, bukankah hari ini saya bisa mengatakan, "come on, Defa! Kenapa harus menyiksa diri dengan kekhwatiran seperti itu?"

Menyiksa diri? Saya rasa saat itu memang terasa menyiksa diri sendiri. Membuat tuntutan diluar kemampuan adalah bentuk menyakiti diri sendiri. Well, sekali lagi jangan katakan itu bentuk tak ikhlas! 

Seharusnya saya melakukannya secara bertahap dan jangan membuat target terlalu tinggi. Berbuat baik ya berbuat baik tapi tidak harus sampai mengabaikan harapan diri. Berkhidmat memang baik, tapi lakukan saja sesuai kemampuan!

Memasak dan membersihkan rumah memang sangat baik, tapi lakukan saat tubuh siap melakukannya!

Saat orang lain bisa melakukan sesuatu, bukan berarti kita pun harus bisa melakukannya. Ini tentang kemampuan tubuh yang tak sama. Tetap menjadi diri sendiri dan tak perlu mengkhawatirkan hal-hal diluar kendali diri (dicintai ataupun disayangi) adalah bentuk ketidakadilan atas diri sendiri.

Berkhidmat sekemampuan!
Mencintai tanpa berharap dicintai!
Membantu tanpa syarat!
Memberi tanpa melihat!
Dan kalau mendapat kebaikan dari orang lain, selalulah mengingatnya!


Balananjeur, Sabtu, 26 Maret 2022

H-76

Lanjutan dari cerita sebelumnya..

Saya benar-benar berubah. Dede yang hanya tahu baca buku hari itu mulai punta rutinitas baru; bangun tidur jam 3 pagi langsung menyalakan tungku dan masak air untuk emak dan bapak, lanjut shalat qiyamullail sampai shalat shubuh dan tilawah, membereskan dan membersihkan seisi rumah sambil masak. Jam 8 semua pekerjaan selesai barulah setelah itu shalat dhuha dan membaca..

Bangun tidur jam 3 pagi mah sudah biasa, tapi menyalakan tungku ataupun masak untuk orang lain? Itu belum pernah sekalipun saya lakukan. 

Wait, orang lain yang saya maksud itu seseorang diluar diri saya sendiri. Jadi jangan mengangkat jari untuk menunjuk, "itu orang tua, bukan orang lain!"

Tahukah anda bagaimana kali pertama saya menyalakan tungku? Saya meminta tolong suami sambil berbisik, "please help me, aku nggak mau terlihat tidak bisa. Aku malu."

Padahal baik emak maupun bapak tidak pernah menuntut saya untuk melakukan apapun, ini adalah tuntutan dari diri saya sendiri. Mungkin istilah kerennyamah caper alias cari perhatian 😂 but apapun itu, saya barulah berusia 18 tahun untuk memahami bahwa pernikahan itu bukan untuk, "saya harus begini agar kamu suka." Tapi, "Mari bersama-sama untuk menjadi versi terbaik diri kita!"

Agenda qiyamullail sampai tilawah ba'da shubuh sudah biasa dilakukan, tapi membereskan dan membersihkan rumah? Oh hey, saya bisanya keluar kamar saat mau makan atau ke kamar mandi atau untuk agenda lain. Saya hanya tahu buku dan buku, bukan kain pel atau sapu ataupun dapur dan semua perlengkapannya. Lalu saya mulai dengan agenda itu, tentu saja bukan perkara ringan bagi saya.

Emak menyiapkan bahan masakan dan saya memasak sesuai menu yang ada di kepala, Alhamdulillah semua orang menyukainya dan tentu saja saya senang meski sekali lagi saya tekankan disini bahwa tidak ada seorangpun meminta saya melakukan itu meski tidak ada seorangpun yang juga melarangnya. Saya melakukannya karena dalam pandangan saya seperti itulah harusnya saya..

Jam 11 saya sudah berada di dapur lagi, menyiapkan menu makan siang untuk semuanya. Mencuci piring dan tidak membiarkan apapun terlihat berantakan. Saya senang melakukannya, itulah yang saya rasakan namun ternyata tubuh saya memberikan response yang berbeda..

Tubuh saya belum bisa beradaptasi hingga akhirnya ambruk dan... Tepat 3 bulan kemudian kami memutuskan kembali tinggal di rumah mamah.

Saya terlanjur membuat image Dede yang rajin dan cekatan jadi kalau tiba-tiba berubah diam dan malas-malasanteh akan terkesan tidak baik. See, ini soal kesan, bukan? Please jangan katakan saya tidak ikhlas karena saya berusaha untuk melakukannya sebaik mungkin namun hari itu saya tetap seorang berusia 18 tahun yang belum terlalu memahami arti hidup berumah tangga.

Balananjeur, Jum'at, 25 Maret 2022

H-77

Memasuki minggu kedua, kami memutuskan tinggal di rumah orang tua nya. Rumah mamah terlalu jauh dari tempatnya mengajar sedangkan rumah orang tuanya jauh lebih dekat.

Kakang tidak memiliki kendaraan jadi berangkat mengajar harus dengan jalan kaki. Hhh mengingat ini seolah berat untuk ku ceritakan, ada sesak menyelusup erat mengingat hari dimana lelaki ini berjalan melewati galengan sawah menuju sekolah tempatnya mengajar.

Wait, kali ini ceritanya bukan tentang jalan kaki ataupun pekerjaan. Itu akan saya tuliskan di kesempatan lain, insyaAllah. Kali ini tentang minggu kedua tinggal di rumah orang tua suami.

Mamah sering memberi kami nasihat untuk menyayangi dan menghormati orang tua suami sebagaimana menghormati Dan menyayangi orangtua sendiri. Saya pun mengazzamkan diri untuk mengikuti nasihat mamah, namun ternyata itu tidaklah mudah..

Mencintai ataupun menghormati dengan cara yang sama seperti halnya pada orang tua sendiri itu ternyata sangat sulit, saya si tipe kagokan dan tidak enakan tetiba tinggal di keluarga yang berbeda jauh dengan lingkungan tempat saya tinggal selama ini.

Oh no, ini bukan tentang perlakuan namun tentang rasa, mudah melafal kata, "jangan jadi orang yang tidak enakan!" Tapi sulit ditelan orang yang pada dasarnya memang nggak enakan. 

Saya kesulitan beradaptasi, mudah tersinggung tapi tak bisa menyampaikan rasa dan hanya bisa memendamnya sendirian. 

Emak dan bapak memperlakukan saya dengan sangat baik, emak bahkan hanya akan menyiapkan menu makanan yang menurut emak terbaik untuk saya. Saya ingat hari pertama emak menyiapkan menu telur dan aneka hidangan lain di meja makan pagi itu, saat saya mengambil ikan asin emak terlihat kaget lalu bertanya, "Nyai teu kunanaon emam asin?" Beliau khawatir saya kenapa-kenapa kalau makan ikan asin.

Emak berpikir kalau saya tidak terbiasa makan ikan asin, entah kenapa emak berpikir seperti itu yang pasti emak berusaha memperlakukan menantunya dengan sangat baik.

Saya jelaskan pada emak bahwa saya sangat menyukai ikan asin. Sejak hari itu emak tak segan menyiapkan ikan asin.

Emak yang menyiapkan? Maksudnya emak menyiapkan bahan masakan dan saya yang mengolahnya 🤭

Oh ya, hari pertama ke rumah emak teh sekitar tanggal 15 Juni 2002, tepat seminggu setelah menikah atau satu hari setelah kami pulang dari rumah Enek di Salawu (nanti saya ceritakan juga bab bertemu Enek Salawu).

Berangkat sore hari dengan jalan kaki, mampir dulu di rumah bi Oon (sekarang sudah almarhum) untuk jajan siomay dan gehu lalu lanjut ke rumah Emak.

Hari pertama di rumah Emak, saya bermetamorfosa menjadi Dede yang baru. Dede yang sama sekali tidak saya kenal, sungguh itu adalah episode pertama pembelajaran hidup bagi saya. Tidak ada yang menuntut saya untuk berubah apalagi menjadi sempurna, namun itulah kekurangan (atau mungkin sekaligus kelebihan) saya yang menuntut diri sendiri untuk maksimal dalam berkhidmat.

"Emak, Kang Wawan sediheun berpisah dengan emak. Kang Wawan sayang ka Emak." Pagi itu saat memasak di dapur saya ceritakan tangis putranya di hari saat saya tanyakan apakah dia merasa sedih atas ibundanya. Oh hey, ini bukan pertanyaan tanpa alasan. Kakaknya belum menikah saat kami menikah, saya tidak ingin dia menyimpan kesedihannya sendirian. Bagaimana pun, dia bisa menceritakan perasaannya pada saya meski tetap saja tak banyak kata yang bisa saya dengar.

Emak tidak menunjukkan reaksi sebagaimana harapan saya, terlihat kikuk saat mendengarnya dan respon itulah awal mula saya berkesimpulan, "bersama emak, bukan untuk bicara perasaan." 

Saya pun mulai menjaga sikap dan kata karena khawatir membuat emak tidak nyaman. Apapun yang saya lakukan, dalam benak saya selalu muncul tanya, "apakah orang-orang disekitar saya nyaman atau justru sebaliknya?" Hingga saya lupa diri saya sendiri..

Saya melupakan bahwa hati saya sendiri juga butuh kenyamanan. Bagaimana orang lain bisa nyaman atas saya kalau saya sendiri tidak nyaman dan hanya menuntut diri sendiri?

Balananjeur, Kamis, 24 Maret 2022

H-78

Kami tinggal di rumah mamah namun tidak mau membebani mamah jadi kami menambahkan yang dapur untuk mamah.

Hari ini saya bertanya-tanya, "apakah berumah tangga memang seperti itu?" 

Mamah menolak tapi saya si tidak enakan yang merasa akan sangat tidak nyaman kalau kami hanya makan dan itupun hasil jerih payah mamah.

Pengalaman kecil ini akan menjadi pembelajaran bagi saya saat kelak anak gadis kami menikah. Saya tidak ingin mereka merasa tidak enak atas saya..

Tidak enakan hari itu karena saya sendiri yang khawatir berlebih atas mamah, padahal yang ada dibenak saya tidaklah sesuai kenyataannya. Mamah baik-baik saja dan ingin saya nyaman...

Balananjeur, Rabu, 23 Maret 2022

H-79

Minggu pertama adalah masa ngobrol tanpa sekat. Setiap ba'da dzikir setelah shalat kami berbincang tentang banyak hal.

Hal-hal yang saya inginkan dia ketahui tentang saya. Meski dia tidak banyak menceritakan tentang dirinya, hanya menjadi pendengar setia dengan sekali-kali memberikan umpan balik namun tetap saja itu jadi moment kami bicara panjang lebar. Ah, saya yang bicara panjang lebar.

Tentang dia sendiri, saya memintanya untuk mengobservasi karena sekali lagi dia bukan tipe yang akan menceritakan tentang dirinya sendiri. Bahkan cenderung tidak tahu dia teh seperti apa sedangkan saya dengan mudah mendeskripsikan diri..


Balananjeur, Selasa, 22 Maret 2022

Day 89

Karena ini media menyimpan kenangan atau hanya sekedar berbagi kisah selama menjalani biduk jadi kayaknya nulisnya tidak berdasar teori atau konsep ideal, namanya juga berbagi kenangan jadi ya pasti banyak tidak idealnya dengan konsep yang sering digadang-gadang orang lain.

Yaaah, konsep ideal setiap orang kan tak sama, boleh jadi hal yang menurut kita ideal justru buruk dalam kacamata orang lain ataupun sebaliknya, thats all about mindset. 

Oh ya, mulai tanggal 12 April nanti saya tidak banyak megang hp jadi saya mau nulis agak banyak untuk puluhan hari ke depan dan memublishnya dalam kesempatan lain.

insyaAllah mulai tanggal 13 April kami bisa kembali memeluk teteh Aufa jadi waktu megang hp sengaja saya kurangi agar bisa merekam lebih banyak kenangan dan kebersamaan bersamanya.

Ada banyak rencana dibuat namun mungkin karena tubuh sudah tak lagi sekuat dahulu jadi kami putuskan untuk hanya mengikuti rencana yang dibuat anak-anak.

Ah saya sangat senang. Kepulangan teteh Aufa nanti akan menjadi kabar membahagiakan bagi kami semua.

Well, Mari menulis untuk hari-hari kedepan sampai tanggal 16 atau 18 Mei.

Balananjeur, Rabu, 30 Maret 2022

Day 88

Selalu tentang semburat cahaya kemerahan di pagi hari.. 
Aroma tanah pesawahan dan daun padi yang menghijau..
Riuh cericit burung menjadi nada-nada indah mengiringi suara tongeret dan jangkrik dipagi hari..
Segaaaar udaranya
Oksigen yang tak memerlukan biaya untuk mendapatkannya
Hangat sampai ke lubuk hati...
Merdu suara alamnya..
Indah semburat dan segala yang menyertainya..
Wangi rerumputan dan cantik aneka bunga liar dibalik rerumputan dan semak dipinggir-pinggir sawah, pinggir jalan itu..
Elok....kampungku, ciptaan DIA yang Maha Indah

ربنا ما خلقت هذا بطلا سبحانك فقنا عذاب النار

Balananjeur, Selasa, 29 Maret 2022

Day 87

Saya hanya ingin berbagi cerita namun tanpa sadar seringkali bercerita bukan pada tempatnya, bukan pada waktunya dan pada orang yang tepat diajak bercerita.

Hmm saya yang kirang tepat karena bercerita padanya namun tetap saja bercerita tanpa permisi hingga akhirnya mendapat respon yang membandingkan hidupnya dengan kisah saya membuat saya merintih sedih, "itu bukan maksud cerita saya." Tapi, apa boleh buat, saya harus mulai mengevalusi diri.

Saat saya bercerita tentang anak-anak atau apapun yang keluar dari lisan, itu karena saya tidak mau membahas hal yang tidak saya kuasai ataupun ketahui. Hanya ini yang saya tahu, namun lagi-lagi saya di ajak bersyukur melalui cara yang nyelekit, "bahkan orang yang kau pikir peduli, memiliki kehidupan sendiri yang harus kau hormati!" It's mean, tidak perlu bercerita padanya!


Balananjeur, Senin, 28 Maret 2022

Day 86

Qodarullah tidak bisa bangun dari kasur karena lelah yang sangat, sekedar menggerakkan kepala saja terasa lelah apalagi saat menggerakkan tangan ataupun anggota tubuh lainnya.

Oh ok, saya kembali harus menyapa sunyi dalam sakit yang sangat. Bukan hanya tubuh yang lemas tapi sakit di sekujur tubuh. Bagaimana rasanya? Cukup untuk melafaz Alhamdulillah 'alaa kulli haal.

Alhamdulillah 'alaa kulli haal, sungguh semua dari Allah adalah baik, sakit sekalipun adalah hal baik. 

Banyak hikmah sekaligus pelajaran berharga dari sakit selama ini. 

Setiap hari disapa kekhwatiran yang sama, bahkan meski tlah menyiapkan diri jika suatu saat kembali sakit namun tetap saja khawatir itu ada. Bisa tiba-tiba sakit dan tidak tahu bagian tubuh mana yang kelak terasa sakit. 

Ini memang penyakit yang tidak bisa ditebak bagian mana yang akan diserangnya, say hanya bisa mempersiapkan hati menghadapi hari itu sekaligus bersiap dengan intensitas sakitnya. Bersiap juga menghadapi tangis..

Tangis itu tetap ada, bahkan meski azzam ikhlas tlah diikrarkan, Ridha akan takqdir tlah di tekadkan namun tetap saja ada gemuruh air mata yang datang menerpa. Ini hal manusiawi, bukan? Bukan tidak Ridha saat sakit menyapa lalu tangis menjadi kawan setia. Ini tangis pelerai sakit..

Allohumma 'aafinii fii badanii..

Balananjeur, Ahad, 27 Maret 2022

Senin, 28 Maret 2022

Day 85


Aa,

Ummi sangat senang mendapat kabar kepulangan Aa. Sejak awal pagi ummi langsung beres-beres kamar Aa dan akhirnya semua ruangan pun dibereskan.

Menggeser dan mengganti letak perabotan, menyingkirkan beberapa, menyapu dan ngpel. Sibuk yang sangat tapi ummi senang karena Aa mau pulang.

Meski tubuh ummi tak semudah itu diajak kerjasama mengerjakan sesuatu yang menguras energi namun karena bahagia Alhamdulillah ummi hanya butuh waktu sebentar untuk rehat lalu kembali menyelesaikan pekerjaan yang sudah ummi azzamkan.

Ummi senang Aa mau pulang. Meski sehari tak mengapa. Senin besok nya jadwal kuliah lagi, apalagi Aa selaku pj kelas yang pastinya harus hadir lebih dulu daripada yang lain, sungguh ummi faham.

Qodarullah wama syafaa 'alaa ya A, Aa tidak jadi pulang. Tak apa, biarlah kami yang kesana memeluk Aa.

Nasi liwet, kentang Mustofa, ceker pedas, sambal dan beberapa cemilan ringan kami bawa untuk Aa. Terutama rindu tiada Tara melihat dan menyimak kisah dari putra sulung kami.

Aa, ummi senang saat kami sampai disana dan melihat senyum sumringah Aa menyambut kami. MasyaAllah hadza min Fadhli Rabbi..
Aa mempersilakan ummi dan Abi menikmati burger yang Aa beli via Gopay, katanya sedang promo.

Senang sekali menyimak cerita Aa; kabar,

Balananjeur, Sabtu, 26 Maret 2022

Jumat, 25 Maret 2022

Day 84

Kabar duka kembali terdengar, awal pagi ini dari salah satu sepupu kami di Ciseuti Hilir, qodarullah anak kedua dari Ucu (sepupu saya) meninggal dunia jam 4 pagi tadi.

Ya Allah 😭
Tidak terbayangkan sesak dan sedih yang kini menyapa sepupu saya. Saya mengerti luka kehilangan jadi tidak bisa mengucap kata apapun hanya sekedar memeluk dan memberinya ruang untuk menangis, "tidak apa-apa untuk menangis!" Ucap saya lirih.

Aduhai, saya faham duka kehilangan hingga tak bisa berucap, "sing sabar nya!" Meskipun itu kalimat yang sangat baik. Saya hanya bisa memeluk dan mendoakannya, semoga Allah berikan berlipat kekuatan dan kesabaran untuknya.

"Jam 1 malam tadi masih makan, minta makan sama kecap. Makanan dan minuman pun tidak masuk, qodarullah tiba-tiba kejang-kejang." Ceritanya mengenang moment terakhir dengan buah hati yang dicintai. Namun ia tidak mengeluh, "qodarullah, Allah berkehendak mengambilnya kembali." MasyaAllah sungguh kami bersaksi atas ketegaran ibu yang berduka kehilangan buah hati yang baru berusia 1,5 tahun dalam dekapan..

Bagaimana caramu mengurai kehilangan?
Jangan kau salahkan ia yang menangisi luka! Kita tidak pernah tahu bagaimana sesaknya ia mendekap luka..

Balananjeur, Jum'at, 25 Maret 2022

Kamis, 24 Maret 2022

Day 83

Jadi, menulis 365 hari ini untuk apa? Temanya apa? 

No tema dan apa saja yang tetiba terpikir untuk dituliskan. Kadang puisi, kisah orang lain, menarasikan yang tetiba dilihat dari karakter film, berbagi apa saja yang tetiba ingin saya tuliskan dengan harapan siapapun yang berkesempatan membacanya bisa mengambil ibrahnya.

Sempat terpikir, "gimana pendapat orang lain atas tulisan saya?" Entah itu tentang isi ataupun typo. 

Pernah khawatir kalau isi tulisan nya sesuatu yang tidak boleh dituliskan apalagi di share (menurut pandangan orang lain). 

Pernah khawatir ini dan itu sampai akhirnya berusaha meyakinkan diri bahwa saya menulis bukan berdasarkan pesanan. Maksudnya, akan ada yang berpendapat tulisan ini sampah dan mungkin juga ada yang berpendapat tulisan ini memiliki hikmah. Semua tergantung sudut pandang.. lalu apakah saya harus menyamakan kacamata dengan orang lain saat menulis? Hanya menuliskan apa yang kira-kira sesuai dengan minat orang atau akan membuat orang lain suka? No, yang tidak suka akan tetap tidak suka sekeras apapun kita berusaha membuatnya tidak mengomentari kita. 

Jika kita fokus pada, "saya harus gimana agar orang lain suka?" Atau, "saya harus nulis apa biar nggak dapat komentar negatif?" Yaaah, kapan nulisnya atuh? So, nulis aja dulu dan biarkan tulisan kita bercerita untuk kita.

Jika tujuan kita untuk kebaikan dan kita meyakini itu, kita meyakini tulisan kita baik, apa lagi yang akan menjadi penghalang dan alasan untuk tidak menulis? Nulis aja dulu dan itu berlaku untuk saya sendiri juga pesan saya untuk siapapun yang membaca ini.

Well, menulislah dan biarkan tulisanmu menemukan pembaca yang siap menerima tulisanmu dengan hati yang siap!

Balananjeur, Kamis, 24 Maret 2022

Day 82

Really? Sudah ngurus? Lalu kemana saja ceuceu, anak perempuan ibuk satu-satunya, kenapa bukan dia yang ngurus ibuk? Kemana saja mas Qian, anak laki-laki pertama di keluarga ini, kenapa dia tidak ada untuk ibuk? Kemana saja mas Wahyu, anak laki-laki yang setiap hari ada bersama ibuk, kenapa bukan dia yang mengurus ibuk padahal tiap hari bersama ibuk? Kemana saja mas Arif, si anak bungsu yang kata orang harusnya orang tua itu di urus anak bungsu. Kenapa dia tidak ada untuk Ibuk? 1 anak perempuan dan 3 anak lelaki ibuk kemana saja sampai-sampai ibuk harus di urus menantunya? Wah mulia sekali hati menantu ini. Atau kemana saja sebagian anak ibuk sampai seolah tak pernah ada untuk ibuk, membiarkan hanya satu anak laki-laki yang kebetulan tinggal bersama untuk mengurus ibuk? Kenapa yang lainnya abai pada ibuk? Tidak pernah sekalipun menjenguk ibuk?

Please, jangan memberikan narasi tak penting. Apa arti tangis ibuk yang mengatakan padaku... Ah, apa yang aku katakan saat itu, "ibuk, setiap orang memiliki kekurangan. Mohon maafkan istrinya Mas Wahyu kalau membuat hati ibuk terluka." Berkali aku katakan hal yang sama.

Pernahkah aku katakan sesuatu yang membuat izzahnya terluka? Itu karena aku berterima kasih pada mas Wahyu yang sudah menemani ibuk. Ucapan terimakasih kasih yang sebenarnya tidak pada tempatnya.

Mas Wahyu, Siapalah aku merasa harus berterima kasih? Aku hanya seseorang yang tiba-tiba datang di keluarga kalian. Mengambil adik manis kalian dari tengah-tengah kalian .. membuat ibuk berani menguraikan air mata luka nya tepat di depan mataku, "Sri, istri mas Wahyu tidak menghormati ibuk." Oh tentu bukan itu sebab airmatanya berderai, cobalah ingat-ingat seperti apa kalimat yang di urai hingga membuat ibuk terluka!

Siapakah aku berhak berterima kasih ataupun meminta maaf, aku bukan siapa-siapa kalian di rumah ini. Aku hanya akan selalu dianggap bukan siapa-siapa seperti biasanya, meski aku bagian dari keluarga kalian tapi bahkan tak ada namaku dalam list agenda yang kalian lakukan bersama. Coba dilihat dalam album memori, kapan saja aku ada disana! Bukan karena aku tak mau ikut tapi karena aku tidak diikutsertakan.

Ah siapakah aku?

Mas Wahyu, berhakkah aku berterima kasih? Menyampaikan suara hati yang kusimpan sekian lama saja rasanya akan tak nyaman bagi kalian. Kalian sibuk dengan diri kalian sendiri dan melupakan mas Arif diantara kalian. Bagaimana dia mengais luka hatinya karena kalian yang lebih saling memperhatikan diantara kalian dan lupa ada dia juga diantara kalian. Aku melihat itu dengan sangat jelas dari netranya yang kelabu.

Bagaimana akhirnya dia memilih menjauh lalu kalian katakan apa, "istri Arif membuat Arif menjauhi keluarganya." Oh hey, sejak kapan aku menjadi perusak persaudaraan kalian? Aku hanya diam menyimak sambil membatin, jauh ku simpan di dasar hatiku. Bertanya-tanya kenapa mas Arif enggan datang kesini? Tanya itu hanya ada di sudut hati tanpa pernah berani ku ucapkan. Lalu suatu hari tiba-tiba dia mengatakan, "untuk apa? Mereka tak menganggap ku ada."

Haruskah ku urai satu persatu alasan yang pernah dia ucapkan? Tidak mungkin. Kalian tidak akan menerimanya dan hanya akan membuat kalian semakin membenci aku yang datang tiba-tiba ditengah kehangatan keluarga ini. Siapalah aku berhak bersuara? Bahkan mengatakan hal ini saja sepertinya tidak pada tempatnya.

Mas Wahyu, kenapa aku mengatakan ini pada mas Wahyu? Karena mas Wahyu yang tinggal di sini bersama Ibuk. Tolong katakan pada kami? Benarkah istri mas Wahyu yang selama ini mengurus ibuk atau justru sebaliknya? Benarkah hanya mas Wahyu yang mengurus ibu? Tak pernahkah ada uluran tangan sedikitpun dari saudara-saudara mas Wahyu untuk membantu Ibuk?

Ceuceu, selama ini ceuceu fokus berterima kasih pada istri mas Wahyu karena merasa bersalah tidak merawat ibu. Bukankah begitu? Ceuceu mengirim photo memperlihatkan masa kecil ceuceu dengan mas Arif untuk sekedar mengingatkan bahwa ceuceu pernah menjadi orang yang paling sayang dan dekat. Lalu apa? Pernahkah ceuceu bertanya bagaimana perasaan Ibuk? Bagaimana suasana hati ibuk? Bagaimana sikap orang yang ceuceu sangat berterima kasih padanya itu pada Ibuk? Ah, ceuceu tidak pernah ingin bertanya. Seakan cukup saja melihat ibu ada temannya di rumah meski temannya itu yang membuat hati ibuk meradang setiap harinya.

Saking berterima kasih nya, apapun bisa ceuceu berikan. Yang ada diingatan ceuceu hanya mereka, mas Arif yang katanya sangat dekat dengan ceuceu bukanlah orang yang berhak mendapat perhatian saudari perempuan satu-satunya. Baik mas Arif, anak-anaknya apalagi aku yang kalian anggap yang menjauhkan kalian. 

Dihari ulang tahun mas Wahyu ceuceu ucapkan kalimat tahniah untuknya namun tidak pada mas Arif. Benarkah cinta ceuceu tidak timpang? 

Aku ingat bagaimana suatu hari adik ceuceu ini bertanya, "lihat ceuceu? Ceuceu tahu aku sakit?" Harapannya adalah ceuceu yang mau datang menjenguk. Risau sekali hatiku bagaimana cara aku menjawabnya, kalau kukatakan kabar sakitnya dijawab dengan, "oh disini juga lagi pada sakit." Padahal aku tahu sakitnya ceuceu tak menghalangi ceuceu dari bepergian,bisa menjenguk orang lain namun tidak bagi mas Arif.

Haruskah ku katakan itu?

Atau haruskah aku berbohong seolah tak pernah mengabarkan? Apa yang bisa aku lakukan? Aku hanya akan menjadi istri yang menyimpan luka untuk suamiku. 

Mas Qian, bukankah mas Qian minta dihargai? Bolehkah aku bertanya, saat kapan mas Qian mengingat adik mas Qian ini? Saat sakitnya atau sulitnya? Atau saat ia meluap amarah karena dibohongi?

Mas Qian juga seorang ayah dan suami, apa yang dikatakan mas Qian saat meminta bantuan pinjaman pada ibu berpuluh tahun yang lalu?aku tahu ini dari ibuk, "aku malu, buk. Siska bilang kalau hanya keluarganya yang selalu membantu. Aku kasihan pada Siska." Pernahkah terpikir di benak mas Qian bagaimana perasaan mas Arif saat istri dan anaknya di PHP in dan itu selalu? Banyak kisah yang ... Haruskah ku uraikan satu persatu? Disini? Sekarang? 

Apa satu kemarahan yang dilakukan mas Arif yang sebenarnya karena mas Qian sendiri membuat mas Arif harus melayangkannya jari telunjuk pada mas Arif? Oh bagus sekali.. itulah arti kasih sayang yang harus berbalas penghargaan itu? Bukan minta maaf namun malah menghakimi.

Dan Mbak Nur, silakan bernarasi seindah mungkin tentang suka duka mengurus dan merawat ibuk. Biarkan mereka mendengar dengan manis cerita itu, membuat mereka semakin mencintai mbak dan membenci aku yang tak ada usaha untuk merawat ibuk.

Tahukah mbak apa yang dikatakan ibuk saat aku meminta beliau tinggal bersamaku, "ini rumah ibuk, Siska sering melihat seolah Ibuk menumpang disini padahal ini rumah Ibuk. Siska sering mengatakan merawat ibuk padahal ibuk merawat diri sendiri sekaligus membantu mengurus anak-anak nya, mengurus kebutuhannya saat dia sakit padahal ibuk sendiri sedang sakit. Ini rumah ibuk, ibuk ingin kalian tidak berat untuk datang kesini saat kalian ingin. Ibuk ada disini menunggu kalian.." apa maksud ucapan ibuk ini? Tolong jangan berusaha buat aku percaya dengan tangis Mbak karena aku sama sekali tidak tertarik.

Dan mas Arif, mohon maaf karena aku mempermalukan mas dengan kalimat yang kusampaikan hari ini. Inilah yang kurasakan selama ini, aku terluka dengan cara mereka.

Maafkan jika hari ini aku meluapkan sampah emosi yang menumpuk setiap kali kulihat air matamu berubah tiba-tiba. Aku hanya perempuan dan sebagai perempuan aku mengerti arti bahasa yang tak terucap..

Aku menyayangi Ibuk meski aku tidak tinggal bersamanya, meski aku hanya menantunya, aku menyayanginya dengan sangat. Aku bertanya bagaimana perasaannya, aku berempati pada semua perasaannya tanpa kecuali. Aku tidak mencitrakan atau berpura-pura baik namun aku juga tidak berlaku buruk padanya. Aku tidak mengghibahnya dan aku tidak mencari simpati ataupun keuntungan darinya..

Jadi, silakan kalian teruskan diskusi yang sangat indah ini namun mohon maaf kalau aku tidak mau berada di majlis ini. Maaf tapi aku benar-benar tidak suka..

***

Selama ini aku mendekap sesak dan membiarkan sesak itu menjadi bagian diriku sendiri. Selama ini dibandingkan dan disandingkan seolah aku melalaikan tugas merawat Ibuk. Karena kami tidak tinggal bersama Ibuk lalu aku menjadi bahan olokan saat dibandingkan.

Ah, anda tidak tahu bagaimana kisah itu dan aku memang belum berniat menyampaikannya. Aku hanya sedang ingin menyampaikan beban luka yang kini tlah kutinggalkan dengan tuah tumpah diksi yang selama ini tak pernah kusampaikan.

Aku tahu aku mungkin tak berhak bicara, tapi aku memilih bicara sebagai aku.

Anda bingung? Maaf atas membuat anda bingung. 

*****

Kisah ini saya tuliskan kembali atas izin pemilik kisah. Ambil ibrahnya saja tanpa memikirkan siapa si empunya kisah. 

Balananjeur, Rabu, 23 Maret 2022

Rabu, 23 Maret 2022

Day 81

Seorang ibu menyelesaikan pekerjaan rumah dengan gerutuan kecil, "cape ngurus barudak teh." Disertai keluhan lainnya tentang kain pel dan deterjen yang selalu tak ada habisnya. Aku tersenyum mendengarnya, sepertinya ini senyum paling miris yang pernah kulakukan.

Kenapa miris? Sungguh keluhan itu bukan pada tempatnya, namun aku bimbang bagaimana harus bersikap. Ini bukan kali pertama aku mendengar kalimat seperti itu, sangat sering membuatku ingin menjawab, "hellooo, kamu pikir aku cuma duduk manis?"

Oh hey, bukan tanpa sebab aku merasa ingin mengatakan itu karena seseorang yang sedang berbicara denganku kali ini adalah orang yang dengan ringan akan mengatakan, "kamu bisa nyaman karena kami." Atau, "kamu mah enak karena kami mau berkorban buat kamu." Setiap kali ia letih dengan rumah ataupun kondisi ekonomi yang di uji.

Sangat tidak menyenangkan, bukan? Tahukah kamu kenapa dia berpikir kehidupan kami sekarang karena pengorbanan dia? Tentu tak akan ada asap kalau tak ada api, bukan?

Baiklah, izinkan saya bercerita sedikit serius tentang hal ini. Hmm, kisah ini mungkin akan sedikit mengorek luka, entah kenapa bertemu denganmu membuatku merasa bebas bercerita dan saya merasa baik-baik saja setelah itu. Padahal saya tahu, bercerita padamu mungkin saja tak kan hanya sampai padamu, sangat mungkin kau meminta mengikhlaskan dirimu menuliskan kisah yang sampai padamu. Dee, saya ikhlaskan kisah ini untuk kau tuliskan kembali.. semoga siapapun yang kelak berkesempatan membacanya bisa memetik ibrah dari kisah ini, seperti harapanmu.

Dee, kisah ini agak pelik dan sedikit membingungkan bagiku. Saya bahkan sempat berpikir bahwa ini hanya ilusi atau prasangka buruk sampai saya kembali mendengar sendiri dan meyakini bahwa itu bukan prasangka.

Ah, kau mungkin mulai bingung apa yang sebenarnya akan saya ceritakan? Ini masih harus hati-hati saat di kunyah karena sungguh saya khawatir salah mengucap kata meski saya tahu kau bisa meluruskan kekeliruan pemilihan kalimatku ini.

Dee, saya ingin mengajakmu melihat kejadian kecil di tiga tahun yang lalu. Saat itu kami semua tengah berkumpul menikmati momen hari raya. Tiba-tiba salah satu diantara kami, ibu muda yang saya sebutkan di awal kisah ini berbicara dengan berurai air mata. Sungguh saya mudah luluh dengan air mata namun hari itu kalimat yang terucap darinya menyentuh luka yang pernah tercipta. Dia berkata bahwa dirinya adalah orang yang paling banyak berjasa dan banyak berkorban untuk kami.

Saya bingung, Dee .. 
Saya juga terluka mendengar kalimat itu. Semua yang berada di ruangan berempati dan saya menjadi pesakitan yang paling jahat karena tak sedikitpun menatap empati. 

Tahukah kau pengorbanan dan jasa apa yang dimaksudnya? 

Bahwa kami membangun rumah karena pengorbanan dan jasanya. Dee, kamu tahu bagaimana jatuh bangunnya kami saat membangun rumah. Kamu tahu bagaimana kami menahan sesak hingga harus mengusap duka fitnah atas kami saat itu.. lalu tiba-tiba saja ada yang mengatakan bahwa semua itu karena pengorbanannya. Dee, luka itu berdarah lagi.

Mari kita beranjak ke beberapa tahun sebelum itu, kau tahu pasti kisah ini kan, Dee. Kau lihat bagaimana kami kelimpungan. Kalau kukatakan hingga berdarah-darah rasanya akan sangat dramatis namun itulah gambaran hati kami saat itu.
Ah ya, ini akan saya kisahkan kembali. Kami berpindah kontrakan selama beberapa kali, berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya hingga anak-anak memasuki usia sekolah dan kami mulai kesulitan biaya kontrakan sedang biaya pendidikan pun mahal.

Kami beranggapan kalau kami membangun rumah maka minimal tak perlu merengkuh sesaknya mencari biaya kontrakan, andai hanya punya satu ruangan pun tak mengapa asalkan itu rumah kami sendiri.

Anak-anak sudah beranjak besar, biaya hidup semakin bertambah jadi kami berharap memangkas anggaran lain selain juga ingin membangun kenangan masa kecil mereka di rumah yang tak perlu berpindah tempat lagi.

Dee, inilah mungkin alasannya mengatakan bahwa ini adalah pengorbanannya. Kami menangis minta tolong pada ibunda untuk mengikhlaskan kami membangun rumah. Ibunda tidak mengizinkan dan meminta kami tinggal bersamanya.. Bagaimana bisa kami tinggal disana sedangkan ada saudara kami beserta keluarganya juga yang tinggal disana? 

Oh baiklah kita berjalan ke beberapa tahun belakang sebelum kami keluar dari rumah dan memilih menjadi kontraktor. 

Kata orang ibu haruslah di rawat oleh anak bungsu tapi kami memilih keluar dan berpikir akan membawa ibunda bersama kami jika kami memiliki rumah kelak. Ini karena sesuatu yang masih berat untuk disampaikan pada siapapun, tapi kami punya hati untuk tahu situasi. Kami melihat minat yang besar dari ibu muda itu untuk tinggal disana. Bukan merawat ibunda tapi untuk rumah.. ah harta tak seberapa pun tak jarang menjadi alasan pertikaian dan kami menjadi salah satu korbannya. 

Bukan tidak beralasan jika saya katakan hal seperti itu, itu sungguh nyata terjadi. Setiap kali kami kesana selalu ada kalimat yang membuat jengah hati, ada kalimat yang terdengar ngilu didasar hati lalu kalimat terang-teranganpun tak urung kami dengar.

Lalu, siapakah yang sebenarnya berkorban?

Ia yang sangat berminat tinggal disana tapi ia kemudian yang bersikap seolah-olah kami lepas tangan. Hingga letihnya mengurus rumah tangganya sendiri ia katakan semua itu karena kami.

Dee, kisahku beralur mundur. Saya tidak tahu bagaimana menguraikan luka karena setiap kali kami kesana selalu muncul cletukan yang membuat saya seolah kembali di ajak pada masa dimana kami memilih angkat kaki dari rumah hingga orang-orang menggunjing tentang ini.

Dee, bukankah saya juga lelah? 

Balananjeur, Selasa, 22 Maret 2022


Selasa, 22 Maret 2022

H-80

Masalah kesehatan mental selalu menjadi perbincangan kami kala kelam mulai mengiringi dinginnya malam, ini saat terbaik untuk berbagi cerita dan harapan.

Bahwa saya harus menjaga kewarasan saya begitupun dengan nya, kami harus sama-sama sehat mental agar bisa membersamai anak dengan benar dan melahirkan anak yang juga memiliki kesehatan mental yang baik. 

"Adakah emosi yang perlu direlease?" Obrolan kami saat kelam mulai menyapa. Merelease akan menjadi sarana mujarab untuk mengembalikan kewarasan kami yang tak jarang down karena beberapa sebab terutama letih fisik dan mental yang terjadi karena rutinitas yang memang melelahkan.

Tidak selalu mulus, kadang masih ada yang terasa mengganjal namun minimal sudah berusaha untuk saling menguraikan agar esok kembali siap dengan khidmat yang jauh lebih baik. Agar esok jauh lebih siap untuk mengemban amanah dengan benar; amanah sebagai hamba Allah, sebagai istri atau suami, sebagai orang tua, sebagai anak atau menantu, sebagai tetangga, sebagai guru dan sebagai apapun kita di hari esok.

"Aku merasa nggak nyaman akan sesuatu, tolong dengarkan baik-baik apa yang akan kuceritakan dan jangan menyela ceritaku apalagi sampai membombardir aku dengan kritikan. Cukup dengarkan!"

"Dear, i think kita perlu ngobrol deh. Ngobrol yuk!"

"Ada apa dengan suamiku, matanya terlihat letih. Sini aku peluk. Mau aku buatkan kopi lalu kita duduk disana berdua?"

"Ada yang sedang dipikirkan? Coba ceritakan dan aku akan mendengar tanpa mengintervensi."

Atau kalimat lain yang biasa saya ucapkan padanya. Saya? Iya, lelaki ini harus dipancing untuk bercerita, saya juga tipe yang memulai cerita.

Balananjeur, Senin, 21 Maret 2022

Senin, 21 Maret 2022

Ibu yang Berduka

Kulihat merah di netra nya yang redup, ah lukanya pasti jauh lebih dari itu namun aku hanya bisa memeluk tubuh yang mulai ringkih. Tak dapat kupeluk hatinya yang gelisah.

Ia tahu resah itu didepan matanya, setiap detik menggelayut mesra hingga hari itu tiba, "Mamah Kedah kumaha?" Tanyanya pelan. Aduhai, tak pernah ku lihat ia sebimbang itu.

"Mamah kedah kumaha?" Itu bukan mamah seperti biasa, ujian terberat dalam hidupnya bahkan tlah ia lewati berpuluh tahun silam saat kekasih hatinya pergi dari sisinya. Tangis paling luka dalam hidupnya tlah ia lewati saat itu, tapi kemudian ia mendapati bahwa dirinya menghadapi hal yang menurutnya luar biasa dalam hidupnya.

Kali ini luka nya berbeda
Meski aku tahu maaf nya tlah lebih dulu ia sertakan di setiap denyut nadinya, namun luka itu kentara terlihat.

Mamah kini sedang terluka..

"Ini kabar bahagia, kenapa justru terluka?" Ada saja yang mengucap kalimat seperti ini. Sungguh tak bijak mereka empati pada ibu yang sedang dizhalimi. Dizhalimi? Hanya orang buta yang akan berkata, "semua baik-baik saja." Atau, "tak ada masalah yang perlu ditangisi." 

Aduhai ibu hanya punya air mata saat jemari si anak tak jua merengkuh ...

Balananjeur, Selasa, 22 Maret 2022

Day 80

Moment ini sengaja saya abadikan sebagai bentuk apresiasi atas diri sendiri. Apresiasi karena dapat uang sawer? 

Oh iya, tadi pagi kakak-kakaknya teh Ayu (tetangga kami) melakukan saweran, tasyakuran walimah teh Ayu, saya ikut saweran dan biidznillah mendapat sekian rupiah dan permen seperti yang ada dalam photo diatas. MasyaAllah hadza min Fadhli Rabbi 😍

Hmm apakah yang sedang saya apresiasi pada diri sendiri karena dapat uang sawer? Salah satunya mungkin iya, tapi yang paling utama bukanlah itu namun karena saya merasa biidznillah sudah bisa menaklukkan rasa takut dan malu yang pernah bercokol mesra selama sekian puluh tahun. 

Takut dan malu karena apa? Berpuluh tahun lalu, tepatnya saat kelas 4 MI, saya pernah ikut saweran bersama teman-teman sekolah di daerah wetan (daerah sekitar rumahnya mamah Putri, teman de Olin). Saat itu saya jatuh dan terinjak-injak, rasanya sakit sekaligus membuat saya malu 🤭

Bukannya dapat uang sawer tapi justru dapat luka, kotor, sekaligus rasa malu. Sekarang mah mulai kepikiran, "kenapa harus malu?" Tapi jangan protes dengan rasa malu yang dirasakan saat itu karena hari itu tak bisa diulang, jadi cukup jadi cerita saja yaa 😁

Masih ada rasa takut makanya nggak berani pakai sandal kalau ikut nyawer teh, takut medannya licin dan terpeleset.. traumatis? Ya, mungkin hari yang tlah berlalu menjadi pengalaman traumatis bagi saya.

Ngomongin trauma, tetiba kepikiran saat-saat ada yang tiba-tiba datang ke rumah sambil menunjuk-nunjuk dan meluapkan amarah dengan kata-kata kasar, saya tidak memahami alasan kemarahannya karena terasa irasional, saya tidak menerima tiba-tiba dimarahi sedangkan orang tua atau suami sendiri pun tak ada yang pernah memarahi saya dengan kemarahan seperti yang saya terima di hari itu.

Hari yang terasa amazed, saya menjawab kemarahan dengan tetap tenang dan kalimat baik sampai-sampai ada yang bertanya, "teh Dede kok bisa tidak terpancing?" Karena menurutnya saya masih tetap bersikap sebagaimana Dede yang ia kenal (katanya), namun entah kenapa sejak hari itu saya mulai ketakutan dengan suara keras baik itu suara barang, suara orang atau suara apapun. Dada saya berdebar kencang, sesak hingga ambruk seketika. Lemas rasanya.

Butuh waktu lama sampai saya mulai tak terpengaruh lagi dengan suara keras, hmm mungkin sekitar 3 atau 4 tahun an, itu pun melalui self healing yang terasa berat pada masanya. Anak-anak tidak boleh ada yang berteriak, mereka boleh berbeda pendapat namun tidak boleh saling mengeraskan suara, harus berhati-hati dengan suara langkah kaki. Pokoknya nggak boleh ada suara keras apapun, harus tenang.

Trauma lainnya, saya takut melihat wajah orang yang pernah memarahi saya tersebut. 

Berlebihan? Ok gini ya, seumur hidup anda tidak pernah ada yang memarahi anda sedemikian keras dan kasar dengan kalimat yang menurut anda kasar lalu isi amarahnya itu tidak anda terima sebagai diri anda. Hmm i mean, kalau anda melakukan kesalahan ataupun melukai orang lain lalu anda ditegur karenanya, mungkin masih terasa masuk akal dan bisa diterima dengan akal sehat anda meskipun anda tidak menyukainya. Namun jika and tidak melakukan sesuatu seperti yang dituduhkan lalu ada orang yang mengangkat jari telunjuk memaki dan mencerca dengan tanpa ampun, bukankah Anda juga akan kebingungan? Saya pun seperti itu, "ini teh masalahnya apa? Mohon buat saya mengerti!" Pinta saya kali itu.

Oh hey saya selalu butuh penjelasan agar saya faham, tapi kali itu bukan penjelasan yang didapat namun justru kata-kata yang menurut saya menyakitkan untuk didengar. Dan semenjak itu bahkan hingga hari ini saya ketakutan melihat orang itu. Benak saya dipenuhi ketakutan, takut dia tiba-tiba marah seperti waktu itu. Marah yang saya tidak tahu alasannya apa.

Hey Defa, itu sifat dia. Bukan kamu saja yang pernah dimarahi! Iya saya faham, tapi apa yang harus saya lakukan saat saya tetiba gemetaran begitu melihatnya. 

Maafkan dia, Defa! Saya tidak merasa kesal ataupun marah atas sikapnya. Saya bahkan merasa khawatir sekaligus kasihan.

Ah, pengalaman traumatis memang butuh banyak waktu untuk menyembuhkannya. 



Balananjeur, Senin, 21 Maret 2022

Minggu, 20 Maret 2022

H-81

Sering terpikir, "kira-kira apa sih penyebab kemandegan komunikasi yang sering terjadi pada pasangan suami istri? Atau komunikasi antara ortu dan anak atau sebaliknya?"

Mencoba mencari tahu jawaban melalui cerita-cerita orang.

"Suami saya nggak bisa di ajak ngomong.  Baru aja saya bilang satu kalimat, langsung di stop. Katanya dia lagi banyak masalah, jangan menambah dengan masalah saya. Padahal saya belum menyampaikan maksud dan tujuan saya."

"Istri saya bawaannya marah, baperan, over thinking. Bikin males aja kalau ngobrol teh."

"Kami sama-sama cape dan sibuk jadi tidak punya waktu untuk ngobrol. Pulang ke rumah langsung istirahat atau kadang sibuk dengan ponsel masingmasing."

Atau banyak lagi cerita lainnya yang mungkin akan saya cicil saat menceritakannya kembali.

Beberapa hari lalu membahas tentang the power of komunikasi dengan keponakan saya, Icha. Kami meyakini bahwa komunikasi yang sehat dan aktif sangat dibutuhkan dalam suatu hubungan, baik itu suami istri, ortu dengan anak ataupun relasi pertemanan dan lain sebagainya. Komunikasi yang sehat dan aktif menentukan kualitas suatu hubungan.

Jadi saat ada sumbatan komunikasi dalam hubungan, sungguh amat baik untuk segera dicairkan. Dicarikan jalan keluarnya agar komunikasi itu bisa berjalan dengan baik dan hubungan yang sehat pun bisa terwujud.

Balananjeur, Ahad 20 Maret 2022

URGENSI UNDANG-UNDANG ANTI ISLAMOPHOBIA

URGENSI UNDANG-UNDANG ANTI ISLAMOPHOBIA

by M Rizal Fadillah

Islamophobia adalah produk global yang tidak bisa dipisahkan dari konflik peradaban dunia dimana peradaban Barat yang selalu ingin menguasai. Islam adalah adalah civilisasi yang ditakuti dan bagi Barat harus ditaklukan atau dilumpuhkan. Semestinya tidak demikian jika berprinsip ko-eksistensi secara damai. Islamophobia merupakan isu atau program yang tidak sehat dan bernuansa permusuhan. 

Diawali dengan peristiwa 9/11 dimana 4 (empat) pesawat penumpang yang dibajak menyerang jantung Amerika. Pesawat United Airlines dan American Airlines menabrak dan meruntuhkan menara kembar WTC di New York. Satu menyerang Pentagon di Arlington Virginia dan lainnya gagal untuk menabrak Gedung Putih atau Capitol di Washington DC. Tuduhan diarahkan kepada Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden. 

Tuduhan palsu dan skenario tingkat tinggi telah dimainkan oleh Amerika (dan Israel). Dunia telah mencurigai sejak awal. Rusia belakangan ini mengancam akan membongkar citra satelit peristiwa 9/11 sebagai perbuatan dan konspirasi Amerika yang nekad mengorbankan warga negaranya sendiri. Islamophobia dijalankan secara sistematis Pasca peristiwa 9/11 tersebut. 

Aksi terorisme "buatan" terjadi di berbagai belahan dunia Islam. Menciptakan ketergantungan dunia pada Amerika untuk memerangi terorisme "Islam". Irak, Suriah, Afghanistan diporakporandakan. Saudi Arabia, Kuwait dan Uni Emirat dikendalikan. Iran menjadi mainan. Hampir seluruh dunia membuat pasukan anti teroris tidak terkecuali Indonesia. Densus 88 pun merajalela. Teroris aneh bermunculan tanpa jelas target. Bom panci, pasangan boncengan motor hingga perempuan linglung yang ditembak. 

Setelah 20 tahun operasi Islamophobia ini berjalan, rupanya Amerika merasa lelah. Di bawah Presiden Joe Biden perang ini dihentikan. Council on American Islamic Relations (CAIR) berhasil "mencairkan" dengan mendorong Partai Demokrat untuk menginisiasi UU anti Islamophobia dan berhasil. Amerika memberi landasan perundang-undangan untuk menghapus Islamophobia. 

PBB melanjutkan. Atas ajuan Pakistan, PBB menyetujui resolusi penghapusan Islamophobia. Tanggal 15 Maret dinyatakan sebagai hari perlawanan Islamophobia. 
Dunia Islam harus merespon konstruktif perkembangan ini. Indonesia yang ternyata juga terjangkit penyakit Islamophobia tidak boleh abai. Diharapkan diawali dengan pembentukan Undang-Undang Anti Islamophobia. 

Jika Undang-Undang ini dapat diproduk, maka akan dirasakan terjadi perubahan politik terhadap umat Islam. Umat Islam tidak dianggap lagi sebagai musuh di negeri yang jumlahnya mayoritas. Umat Islam ditempatkan sebagai potensi besar untuk memajukan dan mensejahterakan rakyatnya. Cita-cita atau tujuan bernegara sebagaimana dikehendaki Konstitusi akan semakin didekati. 

Sebaliknya, jika pergeseran dunia yang mengarah pada penghapusan Islamophobia ini tidak disikapi dengan baik oleh Pemerintah dan wakil-wakil rakyat di DPR, maka posisi penzaliman terhadap umat Islam semakin kuat dirasakan. Ini artinya menjadi lebih berhadap-hadapan. Umat Islam yang merasa terjajah akan berjuang untuk memerdekakan dirinya. 
Menumbangkan rezim yang menjajah itu.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 21 Maret 2022

Hari Ini

Hari Ini

Hari ini aku akan bersenda dengan pena
Mereka aksara dengannya
Mengukir rasa dengan kata
Tapi, aku belum tahu apa

Hari ini aku akan bergumul dengan waktu
Menelusuri semua yang belum tentu
Akankah esok ada untukku
Namun, aku tak akan menggerutu untuk hari yang tlah lalu

Hari ini aku akan disini
Menyiapkan segala hal yang harus dipersiapkan sendiri
Agar kelak saat masa hisab diri
Sesal tak semenyenyesakkan seperti yang ada dalam imaji

Hari ini aku menghisab diri
Mengevaluasi diri sendiri


Balananjeur, Senin, 21 Maret 2022

Anak Baik Itu Kini Tlah Kembali 😭

Abang Hamzah, 
Anak baik itu kini tlah kembali ke sisi Rabbnya
Hilangkan sakit yang selama ini menjadi ujian hidupnya
Abang, anak baik yang tak pernah menyerah ataupun mengeluh itu kini tlah kembali ke sisi Rabbnya 😭

Sungguh kehilangan adalah episode paling pedih diantara segala rasa
Mengenalnya melalui Bundanya, itupun dari media sosial
Mensupport nya melalui akun IG nya dan berusaha menyimpan jejak disana agar Abang tahu bahwa karyanya bermanfaat

Sungguh, ini bukan sekedar kata karena karya Abang memang sangat bermanfaat..

Lalu coba bayangkan, anak usia 15 tahun dengan fungsi jantung yang hanya 20 persen namun tetap berusaha berbicara menyampaikan ilmu yang dimiliki padahal sesak pastilah menyapanya! Oh saya tahu bagaimana rasa sakit dan sesak itu namun saya tahu sakit dan sesak Abang jauh melebihi yang saya tahu, tapi Abang tidak menyerah, Abang tidak mengeluh ataupun mengalah.

Mengalah itu bukan aku, kata teh Pipit. Ya, seperti itulah juga Abang.

Sore ini saya tersentak
Membaca status WA bundanya,
Anak baik itu kini tlah kembali ke sisi Rabbnya.. aduhai, hati ini berduka meski tak pernah berjumpa dengannya
Saya mengingat juga basah di netra bunda nya
Semoga Allah menguatkannya dan melipatkan kekuatannya, sungguh ia ibu yang baik 

Air mata terus menderas,
Sungguh kehilangan adalah episode paling nyelekit dalam segala rasa yang ada
"Share yaa, agar manfaatnya dirasakan yang lain!" Selalu seperti itu Abang memberi feedback atas komentar yang ada dalam postingannya di IG. MasyaAllah Abang mempersiapkan diri dengan sangat baik
Padahal kondisi jantungnya pastilah sulit untuknya

Sungguh kehilangan selalu menjadi kata yang tak enak diucapkan, sakitnya menghunus ulu hati, menderaskan air mata.. meski belum pernah sekalipun berjumpa.

Anak baik itu kini tlah kembali ke sisi Rabbnya.

Tak akan lagi terlihat postingan terbaru darinya di IG
Saya pun tak bisa menyimaknya ataupun menyimpan jejak bahwa saya sangat mengapresiasinya meski hanya dengan tombol like
Namun semua postingan itu akan tetap berkisah tentang Abang
Menjadi saksi bisu akan seorang anak berusia 15 tahun dengan kondisi jantung lemah tapi berjuang dengan sangat luar biasa, perjuangan yang boleh jadi tak dilakukan anak lain di usianya dengan kondisi jantung baik

Abang,

Kami kehilanganmu, meski kami tak pernah berjumpa denganmu.
Kami meyakini bahwa Abang anak yang baik, shaleh, shabar yang lahir dari ibu yang baik, shalihah dan penyabar.

Allohummaghfirlahu warhamhu wa'aafihi wa'fu'anhu waakrim nuzulahuu wawassi'madkholahu.

Balananjeur, Ahad, 20 Maret 2022

Tentang Emak

Tentang Emak.

Tepat adzan dzuhur tadi kami ke mengunjungi emak, seperti biasa emak sedang berada di kamar mandi untuk thaharah. Ada beras yang sedang di cuci dan perkakas serta pakaian kotor yang sepertinya sedang di cuci disana, "Emak nuju naon? Ku Abi Wang bantosan nyaa!" Setiap sampai di rumah Emak saya akan langsung mencari emak untuk mencium punggung tangan beliau dan memperlihatkan wajah suka cita saya karena berjumpa beliau. Emak tersenyum dan berkata, "teu kudu, Nyai. Keun da Ngan saeutik."

Karena emak juga mau thaharah jadi saya tidak memaksa emak. Emak, tidak bisa berdiam diri dan selalu mencari cara untuk tetap mengerjakan sesuatu di rumah. Apakah itu marab ayam, ngpel, masak air di tungku, sasapu pekarangan, masak, bikin sale pisang atau apapun akan dilakukan emak meski kakinya mulai sering sakit-sakitan kalau terlalu lelah ataupun kedinginan.

Lalu seperti inilah emak dalam pandangan saya.. sepertinya tak jauh berbeda dengan mamah hanya saja emak bisa menyampaikan ketaksukaannya akan sesuatu sebelum akhirnya dimaafkan. Emak akan menyampaikan rasa tersinggungnya sebelum akhirnya dimaafkan.. namun selama ini saya tidak pernah mendapati emak menyampaikan kekesalan ataupun rasa tersinggung dan kekecewaannya pada saya hingga saya memberanikan diri bertanya, "emak, emak Ridha ka Abi?"

(Hmm saya translate pertanyaan saya langsung ke bahasa Indonesia yaa. Karena realitanya saya bertanya dengan bahasa Sunda)

"Emak, apakah emak pernah merasa tidak nyaman dengan ucapan atau sikap atau bahkan sorot mata saya?"

"Emak, apakah ada ucapan atau sikap saya yang melukai Emak tanpa saya sadari?"

"Emak, apakah menurut emak saya sudah benar dalam bersikap kepada emak?"

"Emak, apakah emak pernah merasa terganggu oleh lisan ataupun sikap dan bahkan kehadiran saya?"

"Emak, apakah emak pernah merasa saya bersikap tidak adil pada emak?"

"Emak, saya menyayangi emak sebagai emak. Saya tidak meminta kecuali emak sehat dan bahagia.. katakan apapun dari sikap dan ucapan saya yang boleh jadi melukai hati emak!"

Ah, saya si banyak bertanya dan emak yang semakin terbuka.

Saat emak menjawab bahwa beliau tidak pernah sekalipun merasa tersinggung ataupun terluka dan tak nyaman, saya tahu emak mengatakan yang sebenarnya karena emak bukanlah tipe yang mengatakan A saat hatinya ingin mengatakan B. 

Inilah emak, yang akan tersenyum saat saya bertanya, "Emak,mohon keridhaannya atas kang Wawan ya emak!" 

Dan saya si menantu yang selalu khawatir dengan kata Ridha.

Balananjeur, Ahad, 20 Maret 2022

Mamah Hari Ini

Mamah Hari ini.

Dimata saya mamah itu sosok pemaaf yang luar biasa. Saat ada yang membuatnya terluka bahkan meski yang melukai tak meminta maaf sekalipun, mamah tlah lebih dahulu memaafkannya.

Tak jarang membuatku tak habis mengerti, anak selalu lebih terluka atas luka ibundanya sama halnya seperti ibu yang selalu paling terluka atas luka yang dirasakan anandanya. Tapi, mamah pemaaf yang luar biasa sabar, entah bagaimana sifat pemaaf itu menjelma menjadi dirinya.. mamah tak pernah kehilangan stock maaf, "Mamah teu bisa keuheul." Ya, mamah tidak bisa membenci siapapun yang melukainya.

"Mamah geus ngahampura." Ya, mamah sudah memaafkan bahkan saat tak ada yang meminta maaf padanya.

Aduhai, hatiku meradang dengan air mata mendapati bagaimana baiknya mamah.. 

Sebagai pribadi, mamah pribadi yang sangat baik. Sebagai istri, beliau istri yang MasyaAllah luar biasa khidmat.
Sebagai ibu, MasyaAllah beliau ibu terbaik yang kami miliki.
Sebagai mertua, pernah melihat mertua yang menganggap menantinya sebagai anaknya sendiri? Seperti itulah mamah. 
Sebagai nenek, dalam kondisi sulit sekalipun mamah berusaha memberikan perhatian pada semua cucunya.
Sebagai tetangga, Mamah menjaga Haq tetangganya.

Tapi seperti inilah ujian berlaku bersanding dengan kebaikan, tak jarang mamah berjumpa hal yang membuatnya menghela nafas hingga sesaat menitikkan air mata. Namun, mamah kembali dengan segudang maaf yang membuatku berpikir, "Mamah, terbuat dari apa hatimu? Bisakah engkau untuk sekaliii saja menguraikan kesal pada yang bersikap tak baik padamu?" 

Atau terkadang terbersit di benak, "kenapa orang baik selalu di uji dengan orang jahat?" 

Ya, kukatakan sebagai orang jahat karena ia membuat mamah yang mudah memaafkan harus selalu menjadi orang yang menahan diri, yang selalu mengerti dan memaafkan.

Mamah, 
Semenjak saya mulai bisa berpikir hingga hari ini adalah sosok yang selalu setia dengan kata, "da kitu-kitu Oge..." Saat memberi empati pada siapapun yang beberapa saat lalu menusuk hatinya dengan lisan tajamnya. Lalu seluas samudera pintu maaf itu memang selalu menjadi milik orang yang bergelar ibu, apakah itu untuk anaknya maupun menantunya ataupun cucu dan cicitnya.

Meski si anak perempuan akan sesekali ngdumel dengan luka yang jauh lebih sakit dari ibu, tapi ibu akan tetap dengan pintu maafnya. 

Adakah yang paling terluka atas air mata ibu? Dia adalah anak perempuan..

Dan ibu kemudian menjadi pelajaran paling baik, yang mengajari tanpa menghakimi.. dengan maafnya yang tanpa syarat

Balananjeur, Ahad, 20 Maret 2022

Horee teteh Aufa Lebaran di Rumah (part 2)

well, H- 24 hari sebelum teteh pulang.

Balananjeur, Ahad, 20 Maret 2022

Day 79

Hari ini saya menghadiri rapat sosialisasi wisuda Qur'an dan pemulangan teteh via zoom meeting. Acara dilaksanakan pada jam 09.00 sampai selesai, membahas segala hal terkait agenda wisuda Qur'an dan pemulangan.

Saat mengikuti zoom meeting tetiba ada video call wa masuk, MasyaAllah Alhamdulillahilladzii bini'matihii tatimmushshoolihaat finally bisa mendengar sapa dari teteh lagi. Berbincang banyak hal melalui chat WA karena disekitar teteh Aufa sama-sama sedang melakukan panggilan vcall dengan keluarganya masing-masing jadi baik suara kami maupun suara teteh tidak kedengaran kalau hanya melalui vcall mah, "teteh, suaranya nggak kedengaran!" Protes Abi karena tidak mendengar suara putrinya.

"Putri Abi sedang chatting dengan Ummi."jawab teteh dari ujung telepon sana.

Setelah sesi vcall an selesai, kami beranjak ke pusdai untuk menunaikan Haq saudara kami atas kami, "memenuhi undangan." Kebetulan hari ini kami diundang menghadiri walimatul ursy saudara sekaligus tetangga kami.

Hmm.. saya tipikal yang malas menghadiri acara walimahan atau keramaian lainnya, lebih senang menepi dan tinggal dalam sunyi. Sering khawatir tetiba sakit atau semacamnya, tapi kali ini berbeda. Saudara sekaligus tetangga kami sangat menjaga adabnya dengan mendatangi semua tetangganya dan mengundang secara resmi agar kami bisa hadir dalam acara pernikahan adiknya.

MasyaAllah sungguh adab yang baik dapat membalikkan perasaan, saya yang tak senang riuh bisa luluh dengan ini.

Semoga Allah memberkahi saudara sekaligus tetangga kami ini.

Balananjeur, Ahad, 20 Maret 2022

Sabtu, 19 Maret 2022

H-82

Beberapa hari yang lalu kakak saya mengkritisi cara saya yang memilih menitipkan keponakan kami yang akan menikah pada calon suaminya, menurutnya itu hal yang tidak perlu, "seseorang yang akan amanah dan menyayangi istrinya akan amanah dan menyayangi istrinya tanpa perlu kita ingatkan dan seseorang yang akan berbuat kedzaliman akan tetap berbuat dzalim. Bagaimana tanggapan dia jika kita menitipkan untuk tidak ada perlakuan dzalim diantara mereka? Bagaimana kalau justru dia merasa tidak di percaya?"

Dan saya pun mengkritisi cara kakak saya yang mengkritisi saya, karena tidak tahu apa saja yang saya bahas dalam pertemuan itu. 

Salahkah saling mengkritisi? Bagi saya ini hal yang lumrah terjadi, hal yang sah-sah saja. Yang salah adalah yang tidak bisa saling menyampaikan pendapat.

Sesuatu yang sehat saat kita bisa sama-sama saling menyampaikan argumen bahkan saling mempertahankan argumen itu. Harus mempertahankan argumen? Harus dong, sebagai orang dewasa apalagi sudah yakin dengan pilihan apapun itu harus berani juga untuk mempertahankan pendapat minimal dari diri sendiri. Jangan sampai diri sendiri goyah setelah yakin.

Kecuali, kecuali kita memilih untuk tidak membuka kesempatan untuk dikritisi atau didebat.

 Baiklah, bukan itu fokus bahasan catatan kali ini tapi tentang nasihat pernikahan yang sebenarnya menjadi bahasan kami (saya dan calon suami keponakan kami) hari itu.

Nasihat pernikahan? Kalau itu pantas di sebut sebagai nasihat maka anggaplah itu sebagai nasihat, namun jika masih kurang tepat maka anggaplah itu sebagai sarana berbagi pengalaman dengan harapan calon pengantin bisa mengambil ibrahnya.

Kenapa? Pentingkah berbagi kisah atau nasihat? Menurut kami, itu hal yang sangat penting. Ya, kalau kami adalah calon pengantin maka kami akan sangat senang mendapat nasihat atau review perjalanan berumah tangga karena dengannya kami bisa belajar untuk mengarungi bahtera dengan jauh lebih baik.

Sungguh hari itu kami hanya menyimak kisah melalui majalah, bahwa hidup berumah tangga ini begini dan begitu. Tapi semua terasa mengawang, ngawang-ngawang kalau dalam bahasa Sunda mah. Berharap ada yang bersedia memberi gambaran utuh bagaimana melalui setiap fase dalam rumah tangga, memanaje konflik dalam rumah tangga, bagaimana saat menjadi orang tua dan masih banyak hal lagi.

Yang pasti pada hari itu hanya keyakinan bahwa saya meyakini lelaki yang akan menikahi saya itu tapi tidak pernah mempersiapkan diri lebih jauh untuk menghadapi liku rumah tangga yang sebenarnya.

Balananjeur, Sabtu, 19 Maret 2022

Hhhh